Semangat berbagi untuk berprestasi

Senin, 19 September 2011

RISALAH DESA SUGIHMANIK



Konon cerita pembangunan masjid agung DEMAK dan pembangunan kasultanan DEMAK menimbulkan berbagai cerita rakyat yang unik dan kadang tidak bisa dinalar. Salah satunya cerita perjalanan KANJENG SUNAN KALIJAGA dalam mencari kayu untuk membangun sebuah MASJID. Pada waktu itu kanjeng sunan telah
memulai perjalanannya berserta rombongan. Rombongan tersebut berjalan menuju ke arah barat, guna mencari kayu jati yang cocok di buat sirap (GENTENG DARI KAYU). Hingga pada suatu hari perjalanan rombongan sampai di sebuah pedukuhan, yang konon ceritanya pedukuhan tersebut bernama ''MATAMU''.
Berhentilah rombongan tersebut di pedukuhan itu, untuk beristirahat serta melaksanakan kewajiban sholat.
Ternyata di pedukuhan yang terletak di pinggir hutan tersebut, banyak dikelilingi oleh pohon jati yang lurus dan berusia tua. Pohon jati tersebut sangat cocok dibuat sirap, yang digunakan untuk atap kraton dan masjid DEMAK. Oleh karena itu setelah beristirahat beberapa saat, sunan kalijaga memerintahkan para santrinya untuk mulai menebang beberapa pohon jati. Setelah pohon-pohon tersebut ditebang, mulailah mereka memilah-milah dan membelah-belah kayu untuk dijadikan sirap. Betapa senang hati beliau melihat hasil yang dibuat berwarna kecoklatan, sehingga sangat cocok untuk dipasang pada sebuah atap kraton dan atap masjid agung. Oleh karena kelegaan hati dari sunan kalijaga, maka daerah hujan tempat pembuatan sirap di pedukuhan MATAMU tersebut diberinya nama ''HUTAN JATI SIRAP'' (yang artinya hutan jati yg sangat baik dibuat sirap).
Hutan tersebut sekarang ini terletak kurang lebih 3 km di sebelah selatan desa SUGIHMANIK, yang masuk dalam wilayah KRPH SUGIHMANIK KABUPATEN GROBOGAN.
Namun pekerjaan pembuatan sirap di hutan tersebut hanya dilakukan pada siang hari saja, sedangkan pada sore hari semua rombongan kembali ke pedukuhan MATAMU. Dengan beriring-iringan mereka berjalan pulang, sambil membawa sirap-sirap yang sebagian telah selesai.
Pada suatu hari SUNAN KALIJAG akan mendirikan surau di pedukuhan MATAMU. Beliau kemudian mengutus beberapa orang santrinya, untuk mengerjakan pembuatan surau tersebut. Selain membuat surau, beliau juga mengutus membangun sebuah balai. Adapun balai tersebut digunakan sebagai tempat mengajarkan agama kepada para santri, serta kepada masyarakat di sekitar pedukuhan itu. Oleh karena balai yang telah didirikan tersebut bentuknya memanjang, sehingga oleh para santri diberinya nama ''BALAI PANJANG''. Selain sebagai tempat mengajarkan agama, balai tersebut juga sebagai tempat berkumpulnya para santri. Sambil melepas lelah setelah seharian bekerja, mereka bercerita atau mendendangkan tembang-tembang jawa.
BALAI PANJANG tersebut sampai sekarang masih ada, yang berdiri kokoh di pinggir jalan desa SUGIHMANIK. Adapun surau yang didirikan para santri telah berubah, menjadi sebuah masjid besar. Hal itu dilakukan oleh masyarakat setempat, karena sudah tidak dapat menampung lagi para jamaah. Akan tetapi walaupun mengalami perubahan, sebagai bentuk asli dari surau tetap dipertahankan.

Adapun balai panjang yang dahulu dijadikan sebagai tempat pertemuan, sudah bekali-kali mengalami perbaikan. Atap balai yang dahulu terbuat dari sirap, sekarang ini sudah diganti dengan atap genting. Akan tetapi balai panjang tersebut hingga sekarang masih juga digunajan oleh masyarakat sekitar, untuk dijadikan sebagai tempat pelaksanaan upaya tradisional pada setiap bulan APIT (JAWA) atau yang sering dikenal dengan nama APITAN.
Konon pada suatu ketika, di pedukuhan MATAMU dilanda musim kemarau yang sangat panjang. Mata air atau sumur milik penduduk di pedukuhan itu menjadi kering, sehingga mereka semua sangat kesulitan dalam mencari air untuk kebutuhan sehari-hari. Sunan kalijaga sangat prihatin melihat kesulitan yang dialami oleh para santri dan penduduk sekitar. Oleh karena itu beliau kemudian duduk diatas batu besar, yang terletak di sebelah selatan balai panjang. Dengan khusuk beliau memanjatkan doa dan memohon petunjuk kepada ALLAH SWT, agar pedukuhan tersebut bisa dihindarkan bahaya kekeringan.
Anehnya setelah beliau selesai berdoa, tiba-tiba dari bawah batu tempat beliau duduk terdengar suara ikan yang sedang berenang di dalam air. Diutusnya beberapa orang santri, untuk menggulingkan batu besar yang digunakan sebagai tempat berdoa tersebut. Dan setelah batu besar tersebut berhasil digulingkan, ternyata di bawah batu itu terdapat sebuah sendang kecil dengan beberapa ekor IKAN PALUNG yang sedang berenang (ikan palung bentuknya seperti ikan lele, hanya sirip bawahnya berwarna merah). Air dalam sendang tersebut kemudian mengalir keluar,
disertai riak-riak yang berkilauan seperti manik-manik. Air tersebut mengalir ke utara membentuk sungai kecil, yang lewat di sebelah timur BALAI PANJANG. Dengan adanya sumber air tersebut, para santri dan penduduk pedukuhan tidak lagi merasa kebingungan dalam mencari air. Mereka menjadi tenang kembali, dan dapat bekerja dalam membuat sirap calon MASJID AGUNG dan KRATON DEMAK.
Melihat riak air yang keluar dari dalam sendang yang seperti butiran manik-manik saja tampaknya, sehinga sunan kalijaga kemudian berkenan mengganti nama pedukuhan MATAMU menjadi pedukuha ''SUGIHMANIK'' (Sugih = kaya/banyak, Manik = mutiara, SUGIHMANIK artinya kaya atau banyak mutiara). Oleh beliau untuk sendang yang telah berjasa menolong mereka semua dari kekeringan, kemudian diberinya nama sendang SENTONO DALEM.
Share:

Definition List

Unordered List

Support