memulai perjalanannya berserta rombongan. Rombongan tersebut berjalan menuju ke arah barat, guna mencari kayu jati yang cocok di buat sirap (GENTENG DARI KAYU). Hingga pada suatu hari perjalanan rombongan sampai di sebuah pedukuhan, yang konon ceritanya pedukuhan tersebut bernama ''MATAMU''.
Berhentilah rombongan tersebut di pedukuhan itu, untuk beristirahat serta melaksanakan kewajiban sholat.

Hutan tersebut sekarang ini terletak kurang lebih 3 km di sebelah selatan desa SUGIHMANIK, yang masuk dalam wilayah KRPH SUGIHMANIK KABUPATEN GROBOGAN.
Namun pekerjaan pembuatan sirap di hutan tersebut hanya dilakukan pada siang hari saja, sedangkan pada sore hari semua rombongan kembali ke pedukuhan MATAMU. Dengan beriring-iringan mereka berjalan pulang, sambil membawa sirap-sirap yang sebagian telah selesai.

BALAI PANJANG tersebut sampai sekarang masih ada, yang berdiri kokoh di pinggir jalan desa SUGIHMANIK. Adapun surau yang didirikan para santri telah berubah, menjadi sebuah masjid besar. Hal itu dilakukan oleh masyarakat setempat, karena sudah tidak dapat menampung lagi para jamaah. Akan tetapi walaupun mengalami perubahan, sebagai bentuk asli dari surau tetap dipertahankan.
Adapun balai panjang yang dahulu dijadikan sebagai tempat pertemuan, sudah bekali-kali mengalami perbaikan. Atap balai yang dahulu terbuat dari sirap, sekarang ini sudah diganti dengan atap genting. Akan tetapi balai panjang tersebut hingga sekarang masih juga digunajan oleh masyarakat sekitar, untuk dijadikan sebagai tempat pelaksanaan upaya tradisional pada setiap bulan APIT (JAWA) atau yang sering dikenal dengan nama APITAN.
Konon pada suatu ketika, di pedukuhan MATAMU dilanda musim kemarau yang sangat panjang. Mata air atau sumur milik penduduk di pedukuhan itu menjadi kering, sehingga mereka semua sangat kesulitan dalam mencari air untuk kebutuhan sehari-hari. Sunan kalijaga sangat prihatin melihat kesulitan yang dialami oleh para santri dan penduduk sekitar. Oleh karena itu beliau kemudian duduk diatas batu besar, yang terletak di sebelah selatan balai panjang. Dengan khusuk beliau memanjatkan doa dan memohon petunjuk kepada ALLAH SWT, agar pedukuhan tersebut bisa dihindarkan bahaya kekeringan.
Anehnya setelah beliau selesai berdoa, tiba-tiba dari bawah batu tempat beliau duduk terdengar suara ikan yang sedang berenang di dalam air. Diutusnya beberapa orang santri, untuk menggulingkan batu besar yang digunakan sebagai tempat berdoa tersebut. Dan setelah batu besar tersebut berhasil digulingkan, ternyata di bawah batu itu terdapat sebuah sendang kecil dengan beberapa ekor IKAN PALUNG yang sedang berenang (ikan palung bentuknya seperti ikan lele, hanya sirip bawahnya berwarna merah). Air dalam sendang tersebut kemudian mengalir keluar,
disertai riak-riak yang berkilauan seperti manik-manik. Air tersebut mengalir ke utara membentuk sungai kecil, yang lewat di sebelah timur BALAI PANJANG. Dengan adanya sumber air tersebut, para santri dan penduduk pedukuhan tidak lagi merasa kebingungan dalam mencari air. Mereka menjadi tenang kembali, dan dapat bekerja dalam membuat sirap calon MASJID AGUNG dan KRATON DEMAK.
Melihat riak air yang keluar dari dalam sendang yang seperti butiran manik-manik saja tampaknya, sehinga sunan kalijaga kemudian berkenan mengganti nama pedukuhan MATAMU menjadi pedukuha ''SUGIHMANIK'' (Sugih = kaya/banyak, Manik = mutiara, SUGIHMANIK artinya kaya atau banyak mutiara). Oleh beliau untuk sendang yang telah berjasa menolong mereka semua dari kekeringan, kemudian diberinya nama sendang SENTONO DALEM.